Lapandoso: Situs Penting Penyebaran Islam di Luwu yang Terlupakan

oleh -55 Dilihat
banner 468x60

Luwu, Sulawesi Selatan – Di sebuah sudut terpencil di Kabupaten Luwu, tersembunyi situs bersejarah yang nyaris terlupakan: Lapandoso. Tempat ini bukan sekadar titik di peta, melainkan gerbang masuknya Islam ke Tana Luwu pada awal abad ke-17. Namun, ironisnya, situs yang seharusnya dijaga sebagai bukti peradaban ini kini terbengkalai, tak tersentuh pembangunan, dan nyaris hilang dari ingatan generasi muda.

Saksi Bisu Awal Islamisasi Luwu

Pada tahun 1603 Masehi, tiga ulama besar dari Minangkabau—Datuk Sulaiman, Datuk ri Bandang, dan Datuk ri Tiro—mendarat di sebuah muara di Luwu. Mereka datang dengan perahu layar, membawa cahaya Islam yang kelak menyinari seluruh wilayah Luwu Raya. Tempat pendaratan mereka itu kemudian dinamakan Lapandoso, yang dalam bahasa Luwu berarti “pancang” atau “tongkat penambat perahu”.

banner 336x280

Di sinilah Raja Luwu ke-15, La Patiware, pertama kali menerima dakwah Islam. Ajaran itu kemudian diteruskan oleh putranya, Pati Pasaung, yang berganti nama menjadi Sultan Abdullah setelah memeluk Islam. Sejak saat itu, Islam berkembang pesat, menjadi fondasi budaya dan spiritual masyarakat Luwu hingga hari ini.

Nasib Pilu Situs Bersejarah

Namun, jika Anda berkunjung ke Lapandoso hari ini, yang akan Anda temukan hanyalah sebuah bangunan kecil berukuran 2×2 meter dengan tiang setinggi 136 cm di tengahnya. Tak ada penanda jelas, tak ada narasi sejarah yang memadai, apalagi fasilitas wisata yang layak. Akses jalan rusak, lingkungan sekitar tak terawat, dan tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk melestarikannya.

“Ini adalah tempat di mana Islam pertama kali masuk ke Luwu, tapi lihatlah keadaannya sekarang—seolah tak ada yang peduli,” ujar seorang warga setempat yang enggan disebut namanya.

Mengapa Lapandoso Terabaikan?

Pertanyaan besar yang menggelitik: Mengapa situs sepenting ini dibiarkan terlantar? Beberapa faktor mungkin menjadi penyebab:

  1. Minimnya kesadaran sejarah di kalangan pemerintah daerah.

  2. Tidak ada program serius dari Dinas Pariwisata untuk mengembangkan situs ini sebagai destinasi wisata religi dan budaya.

  3. Kurangnya advokasi dari masyarakat maupun akademisi untuk mendorong pelestarian Lapandoso.

Bangkitkan Kembali Kejayaan Lapandoso!

Lapandoso bukan sekadar tumpukan batu atau tiang usang. Ia adalah simbol awal peradaban Islam di Luwu, warisan yang semestinya dijaga dengan bangga. Apa yang harus dilakukan?
✔ Pemerintah Kabupaten Luwu harus segera memugar situs ini, memperbaiki infrastruktur, dan memasang papan informasi sejarah.
✔ Dinas Pariwisata perlu menjadikan Lapandoso sebagai destinasi wisata religi dan edukasi, menarik minat pelajar dan peneliti.
✔ Masyarakat dan tokoh adat harus bersuara lebih lantang, mendorong agar Lapandoso tak lagi menjadi sejarah yang terlupakan.

Jangan Biarkan Sejarah Mati!

Jika Lapandoso terus dibiarkan seperti ini, generasi mendatang mungkin tak akan pernah tahu di mana Islam pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Luwu. Kita tidak boleh membiarkan sejarah penting ini punah hanya karena kelalaian dan ketidakpedulian.

Lapandoso harus bangkit! Sebab, melestarikan sejarah bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tapi juga menjaga identitas kita untuk masa depan. (tim red)

(Sumber: Kajian Sejarah Lokal & Wawancara Warga)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *