STRATEGI CERDAS LUWU HADAPI KRISIS PANGAN: PETANI DIMINTA SIMPAN 10% GABAH SEBAGAI CADANGAN KELUARGA

oleh -33 Dilihat
banner 468x60

Dari Inflasi Tertinggi Jadi Contoh Kesuksesan, Ini Langkah Nyata Pemkab Luwu Jaga Stabilitas Harga Beras

BELOPA– Dalam gerakan ofensif menjaga ketahanan pangan, Bupati Luwu H. Patahudding mengeluarkan imbauan strategis kepada petani: “Jangan jual semua hasil panen, sisihkan 10% untuk cadangan keluarga.” Kebijakan personal ini menjadi senjata ampuh menghadai fluktuasi harga beras yang tak terduga.

banner 336x280

“Kearifan lokal ini lebih efektif dari sekadar teori ekonomi. Dengan menyimpan 10% gabah, petani punya tameng saat harga beras melonjak,” tegas Patahudding saat membuka Gerakan Pangan Murah di Lapangan Opu Daeng Risaju, Belopa, Senin (29/9/2025).

Transformasi Luar Biasa: Dari Inflasi Tertinggi ke Prestasi Terbaik

Kebijakan ini lahir dari pelajaran berharga beberapa bulan lalu, ketika Luwu tercatat sebagai daerah dengan inflasi tertinggi kedua se-Sulsel. Namun melalui kolaborasi intensif Pemkab dengan TNI-Polri dan Forkopimda, Luwu berhasil melakukan lompatan signifikan menjadi empat besar daerah paling sukses menekan inflasi.

“Bukti nyata bahwa gotong royong masih menjadi senjata paling ampuh mengatasi krisis,” ujar Bupati dengan bangga.

Gerakan Pangan Murah: Solusi Konkret untuk Masyarakat

Gerakan Pangan Murah yang digelar serentak di 24 kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan ini menjadi instrumen penting dalam strategi pengendalian inflasi. Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan Luwu, Makkawaru, program ini merupakan bentuk intervensi langsung untuk menjaga stabilitas harga.

Harga Terkendali, Masyarakat Senang

Berikut daftar harga pangan yang berhasil distabilkan melalui GPM:
– 🍚 Beras SPHP: Rp60.000/5 kg
– 🧅 Bawang Merah: Rp35.000/kg
– 🧄 Bawang Putih: Rp32.000/kg
– 🫙 Minyak Kita Jerigen: Rp90.000/5 liter
– 🍬 Gula Pasir: Rp17.000/kg
– 🥚 Telur Ayam Ras: Rp54.000/rak

Kearifan Lokal Menjadi Strategi Nasional

Kebijakan penyisihan 10% gabah ini tidak hanya sekadar imbauan, tetapi menjadi bagian dari sistem ketahanan pangan berbasis keluarga. Pendekatan bottom-up ini dinilai lebih sustainable dibandingkan kebijakan top-down konvensional.

“Kami tidak hanya mengandalkan intervensi pasar, tetapi membangun kesadaran kolektif masyarakat sebagai pelaku utama ketahanan pangan,” pungkas Bupati.

Dengan strategi ini, Luwu tidak hanya berhasil keluar dari krisis, tetapi juga menciptakan model ketahanan pangan yang bisa diadopsi daerah lain.(*)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.